Diet sensorik tidak ada hubungannya dengan pola makan.

Akan tetapi, diet sensorik mungkin dapat dibandingkan dengan pola makan.
Sama halnya dengan makan, kita membutuhkan makanan yang beragam untuk bisa berfungsi dengan baik. Diet sensorik adalah aktivitas-aktivitas sensorik yang disesuaikan dengan kebutuhan anak yang biasanya dirancang oleh seorang okupasi terapis untuk memenuhi kebutuhan sensorik anak.
Dengan diet sensorik, seorang anak menjadi lebih tenang, fokus, dan memiliki kontrol. Pada akhirnya, program ini bisa membantu anak mempelajari kemampuan-kemampuan baru dan bersosialisasi dengan anak-anak yang lain.
Contoh diet sensorik
Diet sensorik disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anak. Berdasarkan Healthline, berikut adalah sebuah contoh bagi seorang anak yang tidak bisa duduk tenang dan terus-menerus menyentuh benda-benda:
- jam 8 pagi: bermain mainan fidget ketika di bus,
- jam 9 pagi: melompat-lompat di trampolin,
- jam 10 pagi: memainkan sensory bin (wadah yang berisi bahan-bahan dan benda-benda untuk menstimulasi),
- jam 11 pagi: duduk di kursi goyang saat waktunya membaca buku,
- jam 12 siang: bermain dengan bola yoga,
- jam 1 siang: bermain ayunan ketika istirahat,
- jam 2 siang: bermain Play-Doh,
- jam 3 sore: duduk di atas sebuah bola yoga ketika mengerjakan PR.
Tahukah, parents?
Strategi sensorik tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki permasalahan terkait sistem sensoriknya. Kita pun secara tidak sadar melakukan hal-hal yang termasuk strategi sensorik, misalnya:
- berjalan mondar-mandir ketika melakukan panggilan telepon,
- menggerak-gerakkan kaki ketika menonton film,
- mengetuk-ngetuk meja dengan pulpen ketika kesulitan dalam mengerjakan ujian, dsb.
Akan tetapi, sebagian anak mungkin tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk menerapkan strategi-strategi sensorik tanpa intervensi. Bagi anak-anak yang terlalu mudah kewalahan, diet sensorik akan membantunya lebih tenang. Di sisi lain, diet sensorik akan menyertakan aktivitas-aktivitas yang membantu anak lebih siap-siaga bagi anak-anak yang lamban/lesu.
Diet sensorik dapat digunakan untuk mengatasi masalah-masalah termasuk:
- reaksi emosional yang berlebihan,
- meltdown,
- agresivitas,
- kesulitan ketika transisi,
- kurang bisa menjaga perhatian,
- impulsivitas,
- perilaku-perilaku sensory-seeking,
- perilaku-perilaku sensory-avoidant,
- penolakan terhadap tekstur-tekstur/makanan/bahan pakaian, dan
- interaksi sosial yang buruk.
Demikian bahasan mengenai diet sensorik. Diet sensorik merupakan rancangan aktivitas sensorik yang disesuaikan dengan kebutuhan anak yang dapat menjadikan anak lebih tenang, fokus, dan memiliki kontrol. Anak-anak yang terlalu mudah kewalahan membutuhkan aktivitas-aktivitas yang dapat membuatnya tenang sedangkan anak-anak yang lamban/lesu membutuhkan diet sensorik yang menyertakan aktivitas-aktivitas yang dapat membuatnya lebih siap-siaga.
Baca juga: Sensory Processing Disorder pada Anak.
Referensi
- Anugrah, Wulan. “Sensory Processing Disorder: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Pengobatan.” Doktersehat, 2 Juni 2022, https://doktersehat.com/penyakit-a-z/sensory-processing-disorder/.
- Bennie, Mauren. “What is a sensory diet?” Autism Awareness, 31 Mei 2021, https://autismawarenesscentre.com/what-is-a-sensory-diet/.
- Heffron, Claire. “How a Sensory Diet Can Help Your Child: Guide and Resources.” Healthline, 8 Maret 2019, https://www.healthline.com/health/guide-to-sensory-diet.
- Kelly, Kate. “What is a sensory diet?” Understood, tidak tersedia, https://www.understood.org/en/articles/sensory-diet-treatment-what-you-need-to-know.
- The OT Toolbox. “What is a sensory diet?” The OT Toolbox, 15 Maret 2018, https://www.theottoolbox.com/what-is-sensory-diet/.